Pengadilan Negeri (PN) Medan memvonis delapan oknum polisi yang terlibat dalam rekayasa 372 kg ganja tak bertuan di Polres Padangsidimpuan, Sumatera Utara dan seorang warga, Selasa (12/1/2021). Tersangka utama yaitu Bripka Witno Suwito dan Edi (warga sipil) lolos dari tuntutan hukuman mati. Dalam sidang yang digelar secara daring tersebut, majelis hakim yang diketuai Jarihat Simarmata pun membaca satu per satu amar putusan yang dimulai dari terdakwa Bripka Witno Suwito.
Sebelumnya, terdakwa Witno dituntut pidana mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Hakim Sorimuda Harahap, namun kini Witno dijatuhi hukuman pidana penjara selama 20 tahun oleh majelis hakim. Selain Witno, satu orang lainnya yang merupakan warga sipil yakni Edy Anto Ritonga alias Gaya yang sebelumnya juga dituntut pidana mati oleh JPU, juga divonis 20 tahun penjara oleh majelis hakim. Tidak hanya itu, kedua terdakwa Witno dan Edy juga didenda sebesar Rp 1 miliar, subsider enam bulan penjara.
"Menjatuhkan terdakwa Witno Suwito dengan pidana penjara selama 20 tahun, denda Rp 1 miliar, apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama enam bulan," kata hakim Sementara itu, terdakwa Aiptu Martua Pandapotan Batubara yang merupakan eks Kanit IV Sat Narkoba Polres Padangsidimpuan, yang sebelumnya dituntut pidana penjara seumur hidup oleh JPU kini divonis majelis hakim dengan pidana penjara selama 13 tahun, denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara. "Menjatuhi terdakwa Martua Pandapotan Batubara dengan pidana penjara selama 13 tahun, denda Rp 1 miliar, apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan," kata hakim.
Sementara itu, tuntutan 20 tahun penjara yang diberikan kepada terdakwa lainnya yakni Briptu Rory Mirryam Sihite, Bripka Andi Pranata, Brigadir Dedi Azwar Anas Harahap, Bripka Rudi Hartono, Brigadir Antoni Fresdy Lubis, kini hanya divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim. Tidak hanya itu kelima terdakwa juga didenda Rp 1 miliar dengan subsider enam bulan penjara. Sementara itu, berbeda dengan yang lainnya, Brigadir Amdani Damanik divonis 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, subsider 3 bulan penjara oleh majelis hakim.
"Menjatuhi terdakwa Amdani Damanik, dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 1 miliar, apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama enam bulan," kata hakim. Majelis Hakim menilai ke sembilan terdakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. "Yakni tanpa hak dan melawan hukum melakukan permufakatan jahat menerima, menyerahkan Narkotika Golongan I bentuk tanaman jenis daun ganja kering dengan berat melebihi 1 kilogram sebagaimana dalam dakwaan melanggar Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika," kata hakim.
Usai sidang, JPU mengatakan terkait putusan tersebut, ia akan berdiskusi terlebih dahulu dengan pimpinan untuk mengambil langkah selanjutnya apakah terima atau banding. "Saya akan lanjuti laporan ini kepada pimpinan, biar pimpinan nanti yang menentukan sikap terhadap putusan itu, dalam unsurnya sama, cuma dalam hukumannya bervariasi. Berbeda dengan (tuntutan) kita. Kemarin ada hukuman mati untuk dua orang, satu orang seumur hidup dan enam orang lagi 20 tahun, akan tetapi putusannya berbeda," kata JPU.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU Abdul Hakim Sorimuda Harahap, mengatakan, bahwa perkara tersebut berawal dari saat Edi Anto Ritonga alias Gaya yang menerima pekerjaan dari Mulia (DPO) pada awal Februari 2020. Selanjutnya, Mulia menyerahkan 15 karung ganja dan menyebut harga modal Rp1.600.000 per kg sehingga total modalnya Rp 400.000.000. Narkotika itu kemudian dibawa dan disimpan di gudang samping rumahnya di Jalan Alboin Hutabarat Gang Dame Kampung Darek Kelurahan Wek VI, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan.
Kemudian, pada Kamis (27/2/2020), Kampung Darek digerebek Satuan Reserse Narkoba Polres Tapanuli Selatan. Lokasi yang digerebek sekitar 500 meter dari rumah Edi Anto Ritonga. Pria yang berprofesi sebagai sopir ini mulai was was. Keesokan harinya dia menghubungi Mulia dan memintanya mengambil 15 karung ganja dari rumahnya.
“Angkat dari sini ganja ini, kalau enggak aku buang,” katanya. Mulia menjawab, “Jangan, nanti ada yang jemput". Sementara hari itu juga, Edi Santoso alias Edi Ramos (DPO) menghubungi Bripka Witno Suwitno. Dia menyatakan mau menyerahkan ganja miliknya yang ada di Kampung Darek, syaratnya dia dan Edi Anto Ritonga tidak ditangkap.
Singkat cerita, Bripka Witno Suwito, bersama tujuh rekan satu unitnya bertemu dengan Edi Anto Ritonga dan Kucok (DPO). Mereka memasukkan sejumlah karung plastik berisi narkotika jenis ganja ke mobil Daihatsu Terios putih mobil Honda Jazz putih yang digunakan aparat kepolisian. Para personel kepolisian ini akhirnya menyepakati ganja itu diletakkan di areal perkebunan PTPN III Desa Tarutung Baru, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota Padangsidimpuan. Mereka kemudian melapor ke atasannya telah menemukan narkotika tak bertuan. Total ganja yang ditemukan seberat 327 Kg. Namun, rekayasa ini terbongkar. Kedelapan personel Satuan Reserse Narkoba Polres Padangsidimpuan itu pun diamankan. Edi Anto Ritonga juga ditangkap